Setelah… setelah apa ya, pokoknya setelah deh, akhirnya menyadari kalau menulis itu ternyata penting banget. Entah nulis dikit, lumayan atau panjang, semuanya penting dan mungkin wajib buat dilakuin semua orang yang ingin menjalani hidupnya lebih tertata. Iseng juga boleh kalau mau nulis, intinya menulis itu penting. Karena (by hipotesis saya), tulisan dapat membantu otak kita mengingat memori pada masa yang akan datang, karena memori yang ada di kepala kita tidak selalu friendly buat mengingat moment atau sesuatu yang sudah dan pernah kita alami. So, kalau ada waktu tersisa dari aktivitas sepanjang hari di hidupmu, luangkanlah untuk menulis.
Sebenernya urusan kuliah juga menuntut untuk menulis. Nulis tentang bidang yang sedang dijalani sekarang ini, tapi ada so many kegiatan lain yang akhirnya menang ‘tender’ daripada menulis. Nyesel dikit karena moment lama yang baru kepikiran buat ditulis sekarang rasanya tak lagi sama, berbeda dan ceritanya jadi sedikit… ya gitu deh. Lain waktu deh nulis serius, kali ini mau membangkitkan gairah menulis dulu yang telah lama menghilang dari ‘peradaban’ otak.
20 tahun adalah waktu yang sangat sangat sangat tepat untuk memulai sesuatu yang baru, menyambut tahapan hidup yang baru dengan gairah yang baru. Meski belum sepenuhnya dewasa dan kontrol juga masih pasang surut, beberapa orang udah berhasil buat berproses menjadi lebih baik sedangkan yang lainnya masih ada yang terjebak di teenagers yang penuh kebahagiaan (sesaat). Saya sendiri? I think, saya masih ada di tengah-tengah antara keduanya. Terkadang kebijaksanaan muncul begitu saja pada suatu moment, tapi kadang ke-teenager-an juga berlomba untuk muncul. Untuk menjadi orang yang penuh kontrol layaknya filsuf yunani, india atau nenek moyang orang china, bahkan dalai lama di Tibet sekarang ini, adalah cukup berat.
Penelitian membuktikan, kepribadian kita dipengaruhi oleh lima orang terdekat yang paling sering kita temui sehari-harinya. Kalau anak kuliah dan kost, ya diantara temen kuliah dan temen kost. Kalau temen kost anak metal underground mana bisa kita muter lagu pop jazz, secara tidak langsung kita (bisa saja) terpengaruh. Tetapi semuanya balik ke kita sendiri sih, tapi tanpa kita sadari lingkungan memang memberi andil yang cukup besar.
Semangat untuk menjadi lebih baik mungkin tertanam dalam semua diri manusia secara alamiah, entah memang dorongan internal atau pengaruh nasihat orang yang sudah clearly lebih baik dari kita. Nggak perlu muluk-muluk sih, kalau nggak bisa berbuat baik, paling nggak yan jangan mengacau. Anteng aja, tapi tetep berpikiran progresif setiap saatnya. Terkadang kalau liat orang disekitar atau orang yang masih terjangkau sama pengawasan kita, ada diantara dari mereka yang kadang kita nggak habis pikir kenapa meleka ngelakuin itu semua. Such as kita nggak setuju sama pikiran sampai tindakan yang mereka lakuin. Tapi kalau melihat ke atas kita juga bakal nemuin orang yang jauh jauh lebih baik, tapi tentu jumlahnya terbatas.
Secara sederhana, kedewasaan bisa dilihat dari beberapa hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, kita sudah tidak lagi menilai seseorang dari fisik, tetapi sepenuhnya dari pemikiran, tindakan, dan sifat dia yang pada akhirnya akan bermuara ke “siapa dia”. Fisik seseorang penting, tetapi faktor diatas lebih penting dari itu. Sesimpel jangan melihat seseorang atau sesuatu dari luarnya lah, dan jangan terlalu mudah menilainya.
Kalau ditarik ke hulu menyoal tatanan sosial manusia, Tuhan sepertinya memang sengaja menciptakan berbagai macam kondisi sosial (termasuk keburukan) dalam kehidupan manusia agar dapat terlihat mana yang ‘masih’ memiliki sifat kemanusiaan dan mana yang tidak. Jadi varian apa yang orang lakukan di dunia ini adalah bagian dari siklus kehidupan yang harus kita lihat, kemudian kita alami. Pilihan sepenuhnya ada pada kita sendiri, mau ikut aliran yang mana.
Cukup dengan berkaca setiap saat dan berpikir bekali kali sebelum meng-eksekusi sesuatu, apapun itu, dan berpikir panjang, bisa dijadikan langkah awal untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Entah pada kenyataanya seperti apa, tetapi setidaknya kita telah mencoba dan selangkah lebih maju dari orang lain yang tidak melakukan apa-apa. Yang terpenting ada niat dalam diri kita dan bertujuan baik.
Dengan demikian, mungkin ini sebagai titik awal saya untuk kembali menulis, entah apa itu yang penting nulis. Saya akui, tulisan sekarang ini masih amburadul dan sedikit freaky gitu. Tapi biarlah, semoga selanjutnya lebih baik.
Baca lebih banyak...
Sebenernya urusan kuliah juga menuntut untuk menulis. Nulis tentang bidang yang sedang dijalani sekarang ini, tapi ada so many kegiatan lain yang akhirnya menang ‘tender’ daripada menulis. Nyesel dikit karena moment lama yang baru kepikiran buat ditulis sekarang rasanya tak lagi sama, berbeda dan ceritanya jadi sedikit… ya gitu deh. Lain waktu deh nulis serius, kali ini mau membangkitkan gairah menulis dulu yang telah lama menghilang dari ‘peradaban’ otak.
20 tahun adalah waktu yang sangat sangat sangat tepat untuk memulai sesuatu yang baru, menyambut tahapan hidup yang baru dengan gairah yang baru. Meski belum sepenuhnya dewasa dan kontrol juga masih pasang surut, beberapa orang udah berhasil buat berproses menjadi lebih baik sedangkan yang lainnya masih ada yang terjebak di teenagers yang penuh kebahagiaan (sesaat). Saya sendiri? I think, saya masih ada di tengah-tengah antara keduanya. Terkadang kebijaksanaan muncul begitu saja pada suatu moment, tapi kadang ke-teenager-an juga berlomba untuk muncul. Untuk menjadi orang yang penuh kontrol layaknya filsuf yunani, india atau nenek moyang orang china, bahkan dalai lama di Tibet sekarang ini, adalah cukup berat.
Penelitian membuktikan, kepribadian kita dipengaruhi oleh lima orang terdekat yang paling sering kita temui sehari-harinya. Kalau anak kuliah dan kost, ya diantara temen kuliah dan temen kost. Kalau temen kost anak metal underground mana bisa kita muter lagu pop jazz, secara tidak langsung kita (bisa saja) terpengaruh. Tetapi semuanya balik ke kita sendiri sih, tapi tanpa kita sadari lingkungan memang memberi andil yang cukup besar.
Semangat untuk menjadi lebih baik mungkin tertanam dalam semua diri manusia secara alamiah, entah memang dorongan internal atau pengaruh nasihat orang yang sudah clearly lebih baik dari kita. Nggak perlu muluk-muluk sih, kalau nggak bisa berbuat baik, paling nggak yan jangan mengacau. Anteng aja, tapi tetep berpikiran progresif setiap saatnya. Terkadang kalau liat orang disekitar atau orang yang masih terjangkau sama pengawasan kita, ada diantara dari mereka yang kadang kita nggak habis pikir kenapa meleka ngelakuin itu semua. Such as kita nggak setuju sama pikiran sampai tindakan yang mereka lakuin. Tapi kalau melihat ke atas kita juga bakal nemuin orang yang jauh jauh lebih baik, tapi tentu jumlahnya terbatas.
Secara sederhana, kedewasaan bisa dilihat dari beberapa hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, kita sudah tidak lagi menilai seseorang dari fisik, tetapi sepenuhnya dari pemikiran, tindakan, dan sifat dia yang pada akhirnya akan bermuara ke “siapa dia”. Fisik seseorang penting, tetapi faktor diatas lebih penting dari itu. Sesimpel jangan melihat seseorang atau sesuatu dari luarnya lah, dan jangan terlalu mudah menilainya.
Kalau ditarik ke hulu menyoal tatanan sosial manusia, Tuhan sepertinya memang sengaja menciptakan berbagai macam kondisi sosial (termasuk keburukan) dalam kehidupan manusia agar dapat terlihat mana yang ‘masih’ memiliki sifat kemanusiaan dan mana yang tidak. Jadi varian apa yang orang lakukan di dunia ini adalah bagian dari siklus kehidupan yang harus kita lihat, kemudian kita alami. Pilihan sepenuhnya ada pada kita sendiri, mau ikut aliran yang mana.
Cukup dengan berkaca setiap saat dan berpikir bekali kali sebelum meng-eksekusi sesuatu, apapun itu, dan berpikir panjang, bisa dijadikan langkah awal untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Entah pada kenyataanya seperti apa, tetapi setidaknya kita telah mencoba dan selangkah lebih maju dari orang lain yang tidak melakukan apa-apa. Yang terpenting ada niat dalam diri kita dan bertujuan baik.
Dengan demikian, mungkin ini sebagai titik awal saya untuk kembali menulis, entah apa itu yang penting nulis. Saya akui, tulisan sekarang ini masih amburadul dan sedikit freaky gitu. Tapi biarlah, semoga selanjutnya lebih baik.